Paperback,535 pages
Published 2005 by Lentera Dipantara(first published 1975)
ISBN 9799731232 (ISBN13: 9789799731234)
Prolog
Bumi Manusia merupakan buku pertama dari tetralogi buru yang ditulis oleh sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, ketika mendekam di penjara di pulau Buru,1975. Semasa hidup beliau sebagian dihabiskan dalam penjara- sebuah wajah purba semseta yang paling purba bagi manusia-manusia bermartabat : 3 tahun dalam penjara Kolonial, 1 tahun di Orde Lama, dan 14 tahun di Orde Baru (13 Oktober 1965 – Juli 1969, Pulau Nusa-Kambangan Juli 1969 – 16 Agustus 1969, Pulau Buru Agustus 1969 – 12 November 1979, Magelang/ Banyumanik November – Desember 1979) tanpa proses pengadilan. Meskipun separuh hidupnya berada dalam penjara beliau tak luput dari kegiatan menulis, baginya menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya dibuang dan dibakar. Termasuk karya Tetralogi Buru ( Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) yang dilarang terbit pada tahun 1981 oleh Jaksa Agung karena dianggap mengandung ajaran marxisme atau komunis, nyatanya buku ini tidak mengajarkan tentang hal tersebut yang ada tentang nasionalisme. Namun sebelum diterbitkan buku ini, Pram menceritakan kepada rekan-rekan di Pulau Buru tentang tetralogi bumi manusia , itu menunjukan bahwa ia hafal betul dan menguasai apa yang ia tulis, sehingga tidak ada kekhawatiran mengenai originalitas ketika naskah buku ini dibakar dan dilarang terbit.
Review
Novel ini berlatar akhir abad 18, menampilkan suasana dengan sangat apik dan detail. Lokasi yang diceritakan pada buku Bumi Manusia yatiu Wonokromo pada akhir abad 19, yang merupakan kawasan perkebunan tebu, Surabaya, Blora. Ketika membacanya seolah-olah pembaca berada pada abad masa itu.
Bercerita tentang seorang keturunan Jawa, Minke, yang sering diperolok-olok oleh kaum totok belanda karena kulitnya, karena pribumi! Pram memberikan karakter minke sebagai manusia pribumi yang terpelajar, melawan penindasan terhadap dirinya, terhadap orang lain dan terhadap bangsanya. Minke bersekolah di H.B.S (Hogere Burger School)yaitu sekolah yang setara SMA yang tidak semua pribumi bisa bersekolah sampai sejauh itu, hanya keturunan minimal ningrat yang boleh bersekolah. Minke merupakan anak dari bupati kota B (disebutkan dalam novelnya seperti itu, mungkin maksud Pram adalah Blora karena menceritakan tentang RM. TAS) karena itulah dia dapat bersekolah di H.B.S. Tetapi hidup ditengah-tengah pergaulan eropa menjadikan pandangan minke menjadi pengagung eropa, dia melupakan tradisi dan adat jawanya, tradisi yang ada dari nenek moyangnya hilang begitu saja karena pengetahuan eropanya bahkan ia tidak mau memakai baju adat jawa karena sudah terbiasa dengan pakaian-pakaian eropanya. Hal tersebut sempat membuat geram ayahnya yang merupakan Bupati B akan tetapi sang ibunda lah yang terus mendukung anaknya minke agar melaksanakan apa yang ia cita-citakan, disini minke mengalami pencarian jati dirinya, seorang pribumi tapi pengagung eropa.
Adalah Robert Surhof teman sekaligus akan menjadi lawan, teman yang memiliki niat picik, serakah dan ingin mendapatkan apapun yang dia inginkan meskipun melakukan dengan cara-cara kotor. Suatu hari Robert Surhof mengajak minke berkunjung ke Wonokromo, sebuah perkebunan tebu dan perusahaan perdagangan, peternakan milik Nyai Ontosoroh (Nyai adalah sebutan bagi gundik-gundik kompeni). Perkebunan yang begitu luas dengan rumah yang bagai istana, selain perkebunan Nyai memelihara ternak karena pelataran nya sangatlah luas. Pertemuan kali pertama Minke dengan Annelies (putri dari Nyai Ontosoroh) menjadi poin penting dalam novel ini. Kisah Cinta pada pandangan pertama digambarkan oleh Pram begitu romantis. Annelies dideskripsikan oleh Pram sebagai Gadis indo-Belanda yang memiliki paras sangat cantik, bertubuh langsing, beramput pirang dan lurus, dikatakan bahwa kecantikannya melebihi Ratu Wilhemnia (Ratu belanda), mungkin akan membuat pembacanya jatuh cinta pada sosok Annelies. Walaupun taraf pendidikan Annelies tidak sampai H.B.S akan tetapi dia memiliki pesona luar biasa lainnya, yaitu di usianya yang masih dikatakan belia dia mampu mengurusi perkebunan dan peternakan dan membantu ibunya menjalankan perusahaan, karena ayahnya,Mellema, kelakuannya berubah 180 derajat yang dikatakan akibat pengaruh hobinya pelesiran dan mabuk-mabukan pada saat itu. Semenjak pertemuan pertama minke dan annelies sekiranya telah menimbulkan benih cinta dikeduanya, Minke yang terpandang terpelajar dan pintar dalam berbahasa belanda serta prancis membuat Nyai Ontosoroh kagum dan tak ragu menyetujui jika mereka berhubungan. Namun masalah lain timbul, Robert Surhof yang ternyata temannya memang mengincar annelies sejak lama, Robert berteman lama dengan kakak kandung annelies, Robert Mellema, tentunya surhof memandang annelies secara nafsu. Berbagai siasat ditempuh surhof untuk menjauhkan minke dari annelies. Suatu hari Annelies jatuh sakit karena memikirkan sang pangerannya, Minke, karena minke pernah berjanji kepada annelies pada kunjungan yang pertamanya bahwa dia akan menemuinya lagi beberap hari kedepan, namun sudah berminggu-minggu minke tidak berkunjung ke kediaman Nyai Ontosoroh. Akhirnya karena melihat anaknya sakit, Nyai menyuruh salah seorang pekerjanya untuk mengirimkan surat kepada minke serta menjemput minke untuk bersedia tinggal di kediamannya. Begitu besar kisah cinta yang digambarkan antar Minke dan Annelies sehingga akhirnya mereka menikah walaupun banyak pertentangan dari orang tua Minke yang tidak menyetujui ia menikah dengan seorang keturunan Belanda. Namun yang menarik, Pram menyajikan novel selalu diluar dugaan, ketika kondisi pembaca tengah asik dan memiliki perasaan senang tiba-tiba pram membalikan kondisi tersebut menjadi terbalik. Kisah cinta antara Minke dan Annelies mengalami sesuatu yang sangat memilukan, yaitu karena Annelies anak dari seorang Gundik yang bernama Nyai Ontosoroh, akibatnya perkawinan antara Nyai Ontosoroh dengan Robert Mellema tidak diakui pengadilan tinggi belanda. Begitupun dengan pernikahan Minke dan Annelies tidak di akui pengadilan belanda karena tidak ada ijin orangtua sah dari annelies, hak asuh annelies diberikan kepada ibu tirinya di Belanda. Dan Akhirnya secara terpaksa Annelies harus angkat kaki dari dan pergi ke Belanda. Mendengar kabar tersebut Anneies kembali jatuh sakit dan selama berhari—hari dia tidak makan dan tidak bicara, kekecewaan yang mendalam dirasakan annelies, dia akan kehilangan cintanya, ibunya dan semua kenangan-kenangan dari masa kecilnya. Sementara Minke dan Nyai Ontosoroh tidak tinggal diam melawan ketidakadilan pengadilan putih belanda, minke dengan kepiawannya menulis pengaduan diberbagai media cetak telah menyalakan api para pembacanya, pendukung Minke tidak hanya sekedar kerabat-kerabatnya, kini seluruh masyarakat di wonokromo dan Madura ikut protes terhadap ketidakadlilan belanda. Namun apalah yang bisa dilakukan oleh seorang Pribumi terhadap pengadilan tinggi, semuanya tidak ada hasil. Annelies harus pergi ke Belanda dan terpisah dari pangerannya Minke. Hal tersebut merubah semua pemikiran minke yang semula pengagum belanda kini dia merasakan ketidakadilan, penjajahan, diskriminasi belanda terhadap pribumi.
Novel ini sungguh menarik dan sangat berkualitas, novel terbaik yang pernah saya baca! Novel lanjutan bumi manusia akan menjelaskan bagaimana kisah Annelies dan Minke serta perjuangan dan perlawanan mereka terhadap kompeni. Dalam novel pertamanya Pram belum menggambarkan siapa sosok Minke sebenarnya dan apa peran penting dalam kebangkitan nasional.